18/09/2009

Pulpen

Pernahkah kalian berpikir, berapa lamakah daur hidup sebuah pulpen?

Jangan beri aku jawaban "tergantung bagaimana kamu memakainya, sering atau tidak". Aku cuma mencoba berpikir apa yang dipikirkan oleh para pembuat pulpen itu ketika mengisi tinta di dalamnya. Apa yang mereka harapkan dari konsumennya? Apakah mereka berharap agar konsumennya terus mengunakan pulpen itu hingga tintanya habis (misalnya saja mereka mampu menciptakan pulpen dengan tinta super awet)? Apakah mereka mengisinya dengan tinta yang lebih sedikit sehingga orang terus menerus membelinya? Namun yang aku berani jamin adalah para produsen ini berusaha menyempurnakan mata pena agar tintanya tetap lancar dan memperbaiki bodi pulpennya agar tetap menjadi
eye candy. Hmmm...aku lagi-lagi berpikir masih banyakkah orang yang menggunakan pulpen untuk menulis, sementara di sekolah sekarang segalanya sudah serba terkomputerisasi? Di perkantoran, orang-orang sudah mulai menerapkan paperless environment dari kurang lebih lima tahun yang lalu. Di rumah, orang-orang sudah menggunakan email untuk menggantikan kegiatan menulis kartu ucapan atau berkirim surat. Padahal sekarang aku lagi semangat-semangatnya membuat stationery untuk menulis surat dan mengirimkan paket. Tidak ada yang bisa menggantikan perasaan senang ketika menerima fisik sebuah barang, yang membuat kita berpikir "ya ampun, dia sebegitu perhatiannya denganku", karena kalau dipikir-pikir, mengirimkan barang lewat pos adalah kegiatan yang cukup menyita waktu dan tenaga. Namun aku suka, ketika harus menulis surat, memilih kertasnya, menghias dan membuat sendiri amplopnya.

Kembali kepada pulpen tadi, ketika kita sudah merasa amat suka dengan merek dan desain pulpen tertentu, maka kita akan mencari refill atau membelinya dalam jumlah banyak? Karena aku perhatikan, jarang sekali orang yang masih mau mengisi ulang pulpen. Harga refill-nya pun hampir sama dengan harga pulpen barunya, tapi...
pengalaman dengan pulpen itu kan tak tergantikan ya?